Minggu, 16 April 2017

HUKUM YANG TERKAIT DALAM UU PERLINDUNGAN KONSUMEN


Tugas Softskill #2
Nama  : Anita Saraswati
NPM    : 20215850
Kelas   : 2EB20


   A.     LATAR BELAKANG
Tingkat konsumerisme di era globalisasi saat ini semakin meningkat karena variasi produk barang dan jasa semakin beragam.  Perkembangan globalisasi yang sangat pesat  ikut turut serta mempengaruhi perdagangan, apalagi di dukung oleh teknologi informasi dan telekomunikasi yang memberikan ruang gerak yang sangat bebas dalam setiap transaksi perdagangan, sehingga barang/jasa yang di pasarkan dengan mudah dapat di konsumsi.    Maraknya kasus eksploitasi terhadap konsumen seharusnya menimbulkan kesadaran kepada semua pihak, baik pengusaha, pemerintah maupun konsumen itu sendiri. Pengusaha menyadari bahwa mereka harus menghargai hak-hak konsumen, memproduksi barang dan jasa yang berkualitas, aman untuk digunakan atau dikonsumsi. Pemerintah menyadari bahwa diperlukan undang-undang serta peraturan-peraturan disegala sektor yang berkaitan dengan berpindahnya barang dan jasa dari pengusaha ke konsumen. Pemerintah juga bertugas untuk mengawasi berjalannya peraturan serta undang-undang tersebut dengan baik.

   B.      PERMASALAHAN
Sifat konsumtif masyarakat yang justru menimbulkan kasus eksploitasi terhadap produk barang dan jasa yang konsumsinya. Karena dengan beragam variasi produk yang ditawarkan membuat konsumen ingin membeli tanpa memperhatikan kualitasnya, sehingga banyak pengusaha bahkan pedagang kecil yang berbuat curang untuk mendapatkan keuntungan yang besar namun tanpa disadari masyarakat bahwa itu merugikannya. Oleh karena itu dibuat Undang-undang yang mengatur perlindungan konsumen agar kasus-kasus eksploitasi terhadap barang dan jasa ini dapat di atasi karena sejatinya hukum bertujuan untuk membatasi tingkah laku atau hal-hal menyimpang dan dilarang.

   C.      ANALISA
                  Ilmu hukum dalam pengkajiannya memiliki beberapa cabang pokok bahasannya masing-masing yang lebih khusus. Karena hukum perdata dan pidana ini lebih banyak berkaitan dengan masyarakat, maka istilah hukum perdata dan pidana ini seharusnya tidak asing lagi di masyarakat.
                  Namun kedua hukum ini memiliki perbedaan seperti Hukum Pidana adalah hukum yang bersifat publik, atau yang melibatkan pemerintah karena menyangkut kepentingan umum (kepentingan orang banyak). Selanjutnya bila dilihat dari segi hukumannya, dalam pidana dikenal dengan hukuman badan. Hukum pidana pun digunakan sebagai langkah preventif dan represif agar kejadian-kejadian serupa tidak terjadi lagi. Berkebalikan dengan  hukum pidana, pada hukum perdata ini bersifat privat. Yang di bahas di hukum perdata hanya sebatas masalah personal antar individu. Apa maksud dari masalah antar individu ini? jadi kasus-kasus atau permasalahan yang ada dalam hukum perdata adalah kasus yang hanya timbul antara sesama individu, contohnya kasus perkawinan/perceraian yang hanya merupakan permasalahan antara suami dan istri, ataupun masalah perjanjian jual/beli yang hanya melibatkan penjual dan pembeli. Lalu untuk masalah hukuman dalam perdata ini tidak ada hukuman badan, namun biasanya jenis hukumannya bersifat ganti rugi baik materil maupun imateril. Dan Hukum perdata digunakan untuk menyelesaikan suatu sengketa/masalah.
                   Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821 menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa. Jika terdapat masalah dalam kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam konsumsi barang dan jasa yang dirasakan pembeli maka dapat memberikan keluhannya kepada penjual tersebut. Karena masalah ini hanya melibatkan penjual dan pembeli, maka dari itu UU perlindungan konsumen termasuk kedalam Hukum Perdata karena hukum perdata mengatur masalah antar individu saja. Seperti contoh kasus dibawah ini :

"Jual Bakso Daging Celeng, Pria Ini Dipidanakan"

TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pedagang daging giling terbukti menjual daging celeng yang disamarkan sebagai daging sapi. Daging giling itu biasa digunakan untuk bahan baku bakso. "Sudah diperiksa di laboratorium, hasilnya memang benar itu daging celeng," kata Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat, Pangihutan Manurung, Senin, 5 Mei 2014.
Menurut Pangihutan, instansinya mendapat laporan tentang penjualan daging celeng di di Jalan Pekojan III Tambora, Jakarta Barat. Penjualnya bernama bernama Sutiman Wasis Utomo, 55 tahun. "Laporannya pekan lalu, dan langsung kami tindaklanjuti," kata Pangihutan.
Sutiman selama ini dikenal sebagai pengusaha rumahan yang menjual bakso olahan untuk penjual bakso keliling. Sehari setelah laporan masuk, seorang pegawai Suku Dinas Peternakan membeli bakso tersebut dan memeriksanya di laboratorium. Hasil pemeriksaan menyatakan daging bakso itu mengandung daging babi hutan atau celeng.
Kepada para anggota tim pengawasan dari Suku Dinas Peternakan, Sutiman mengaku membeli daging tersebut dari seorang lelaki bernama John, yang berdomisili di Cengkareng, Jakarta Barat. Anggota tim saat ini sedang melacak arus distribusi bakso olahan Sutiman.
Menurut Pangihutan, daging celeng yang dijual Sutiman tak melalui pengawasan oleh Suku Dinas Peternakan. Celeng tersebut diburu di berbagai daerah di Pulau Jawa dan langsung dipasarkan secara terselubung. "Tak ada jaminan daging yang dipasarkan itu sehat dan layak dikonsumsi," katanya.
Atas perbuatan tersebut, Dinas Peternakan melaporkan Sutiman ke Polsek Penjaringan. Dia dijerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Sutiman dianggap menipu konsumen karena tak menyebutkan bahan baku sebenarnya dan mengabaikan standar kesehatan. "Dia melanggar karena tak melewati proses pengawasan dengan menggunakan babi dari rumah potong dan berterus terang kepada pembeli," kata Pangihutan.
   D.     KESIMPULAN
            Kesadaran konsumen bahwa mereka memiliki hak,kewajiban serta perlindungan hukum atas mereka harus diberdayakan dengan meningkatkan kualitas pendidikan yang layak atas mereka, mengingat faktor utama perlakuan yang semena-mena oleh produsen kepada konsumen adalah kurangnya kesadaran serta pengetahuan konsumen akan hak-hak serta kewajiban mereka.
             Pemerintah sebagai perancang,pelaksana serta  pengawas atas jalannya hukum dan UU tentang perlindungan konsumen harus benar-benar memperhatikan kasus-kasus yang terjadi pada kegiatan produksi dan konsumsi dewasa ini agar tujuan para produsen untuk mencari laba berjalan dengan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan, demikian juga dengan konsumen yang memiliki tujuan untuk memaksimalkan kepuasan jangan sampai mereka dirugikan karena kesalahan yang diaibatkan dari proses produksi yang tidak sesuai dengan setandar berproduksi yang sudah tertera dalam hukum dan UU yang telah dibuat oleh pemerintah.

Sumber :
http://www.jurnalhukum.com/hukum-perlindungan-konsumen-di-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar