Tugas Softskill #2
Nama :
Anita Saraswati
NPM :
20215850
Kelas :
2EB20
A. LATAR BELAKANG
Tingkat konsumerisme
di era globalisasi saat ini semakin meningkat karena variasi produk barang dan
jasa semakin beragam. Perkembangan globalisasi
yang sangat pesat ikut turut serta
mempengaruhi perdagangan, apalagi di dukung oleh teknologi informasi dan
telekomunikasi yang memberikan ruang gerak yang sangat bebas dalam setiap
transaksi perdagangan, sehingga barang/jasa yang di
pasarkan dengan mudah dapat di konsumsi. Maraknya kasus eksploitasi terhadap konsumen seharusnya
menimbulkan kesadaran kepada semua pihak, baik pengusaha, pemerintah maupun
konsumen itu sendiri. Pengusaha menyadari bahwa mereka harus menghargai hak-hak
konsumen, memproduksi barang dan jasa yang berkualitas, aman untuk digunakan atau
dikonsumsi. Pemerintah menyadari bahwa diperlukan undang-undang serta
peraturan-peraturan disegala sektor yang berkaitan dengan berpindahnya barang
dan jasa dari pengusaha ke konsumen. Pemerintah juga bertugas untuk mengawasi
berjalannya peraturan serta undang-undang tersebut dengan baik.
B. PERMASALAHAN
Sifat konsumtif masyarakat yang
justru menimbulkan kasus eksploitasi terhadap produk barang dan jasa yang
konsumsinya. Karena dengan beragam variasi produk yang ditawarkan membuat konsumen
ingin membeli tanpa memperhatikan kualitasnya, sehingga banyak pengusaha bahkan
pedagang kecil yang berbuat curang untuk mendapatkan keuntungan yang besar namun
tanpa disadari masyarakat bahwa itu merugikannya. Oleh karena itu dibuat
Undang-undang yang mengatur perlindungan konsumen agar kasus-kasus eksploitasi
terhadap barang dan jasa ini dapat di atasi karena sejatinya hukum bertujuan
untuk membatasi tingkah laku atau hal-hal menyimpang dan dilarang.
C. ANALISA
Ilmu hukum dalam pengkajiannya memiliki beberapa cabang pokok
bahasannya masing-masing yang lebih khusus. Karena hukum perdata dan pidana ini lebih banyak
berkaitan dengan masyarakat, maka istilah hukum perdata dan pidana ini seharusnya
tidak asing lagi di masyarakat.
Namun kedua hukum ini memiliki perbedaan seperti Hukum Pidana
adalah hukum yang bersifat publik, atau yang melibatkan pemerintah karena
menyangkut kepentingan umum (kepentingan orang banyak). Selanjutnya bila dilihat dari
segi hukumannya, dalam pidana dikenal dengan hukuman badan. Hukum pidana pun
digunakan sebagai langkah preventif dan represif agar kejadian-kejadian serupa
tidak terjadi lagi. Berkebalikan dengan hukum pidana, pada hukum perdata ini bersifat
privat. Yang di bahas di hukum perdata hanya sebatas masalah personal antar
individu. Apa maksud dari masalah antar individu ini? jadi kasus-kasus atau
permasalahan yang ada dalam hukum perdata adalah kasus yang hanya timbul antara
sesama individu, contohnya kasus perkawinan/perceraian yang hanya merupakan
permasalahan antara suami dan istri, ataupun masalah perjanjian jual/beli yang hanya melibatkan penjual dan
pembeli. Lalu untuk
masalah hukuman dalam perdata ini tidak ada hukuman badan, namun biasanya jenis
hukumannya bersifat ganti rugi baik materil maupun imateril. Dan Hukum perdata
digunakan untuk menyelesaikan suatu sengketa/masalah.
Undang Undang No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999
No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821 menjelaskan
bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
dalam mengonsumsi barang dan atau jasa.
Jika terdapat masalah dalam kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
konsumsi barang dan jasa yang dirasakan pembeli maka dapat memberikan keluhannya
kepada penjual tersebut. Karena masalah ini hanya melibatkan penjual dan
pembeli, maka dari itu UU perlindungan konsumen termasuk kedalam Hukum Perdata
karena hukum perdata mengatur masalah antar individu saja. Seperti contoh kasus
dibawah ini :
"Jual Bakso Daging Celeng, Pria
Ini Dipidanakan"
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pedagang
daging giling terbukti menjual daging celeng yang disamarkan sebagai daging
sapi. Daging giling itu biasa digunakan untuk bahan baku bakso. "Sudah
diperiksa di laboratorium, hasilnya memang benar itu daging celeng," kata
Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Suku Dinas Peternakan dan Perikanan
Jakarta Barat, Pangihutan Manurung, Senin, 5 Mei 2014.
Menurut Pangihutan, instansinya mendapat laporan tentang penjualan daging
celeng di di Jalan Pekojan III Tambora, Jakarta Barat. Penjualnya bernama
bernama Sutiman Wasis Utomo, 55 tahun. "Laporannya pekan lalu, dan
langsung kami tindaklanjuti," kata Pangihutan.
Sutiman selama ini dikenal sebagai pengusaha rumahan yang menjual bakso olahan untuk penjual bakso keliling. Sehari setelah laporan masuk, seorang pegawai Suku Dinas Peternakan membeli bakso tersebut dan memeriksanya di laboratorium. Hasil pemeriksaan menyatakan daging bakso itu mengandung daging babi hutan atau celeng.
Sutiman selama ini dikenal sebagai pengusaha rumahan yang menjual bakso olahan untuk penjual bakso keliling. Sehari setelah laporan masuk, seorang pegawai Suku Dinas Peternakan membeli bakso tersebut dan memeriksanya di laboratorium. Hasil pemeriksaan menyatakan daging bakso itu mengandung daging babi hutan atau celeng.
Kepada para anggota tim pengawasan dari Suku Dinas Peternakan, Sutiman
mengaku membeli daging tersebut dari seorang lelaki bernama John, yang
berdomisili di Cengkareng, Jakarta Barat. Anggota tim saat ini sedang melacak
arus distribusi bakso olahan Sutiman.
Menurut Pangihutan, daging celeng yang dijual Sutiman tak melalui pengawasan oleh Suku Dinas Peternakan. Celeng tersebut diburu di berbagai daerah di Pulau Jawa dan langsung dipasarkan secara terselubung. "Tak ada jaminan daging yang dipasarkan itu sehat dan layak dikonsumsi," katanya.
Menurut Pangihutan, daging celeng yang dijual Sutiman tak melalui pengawasan oleh Suku Dinas Peternakan. Celeng tersebut diburu di berbagai daerah di Pulau Jawa dan langsung dipasarkan secara terselubung. "Tak ada jaminan daging yang dipasarkan itu sehat dan layak dikonsumsi," katanya.
Atas perbuatan tersebut, Dinas Peternakan melaporkan Sutiman ke Polsek
Penjaringan. Dia dijerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen. Sutiman dianggap menipu konsumen karena tak menyebutkan
bahan baku sebenarnya dan mengabaikan standar kesehatan. "Dia melanggar
karena tak melewati proses pengawasan dengan menggunakan babi dari rumah potong
dan berterus terang kepada pembeli," kata Pangihutan.
D.
KESIMPULAN
Kesadaran
konsumen bahwa mereka memiliki hak,kewajiban serta perlindungan hukum atas mereka
harus diberdayakan dengan meningkatkan kualitas pendidikan yang layak atas
mereka, mengingat faktor utama perlakuan yang semena-mena oleh produsen kepada
konsumen adalah kurangnya kesadaran serta pengetahuan konsumen akan hak-hak
serta kewajiban mereka.
Pemerintah sebagai perancang,pelaksana serta
pengawas atas jalannya hukum dan UU tentang perlindungan konsumen harus
benar-benar memperhatikan kasus-kasus yang terjadi pada kegiatan produksi dan
konsumsi dewasa ini agar tujuan para produsen untuk mencari laba berjalan
dengan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan, demikian juga dengan konsumen
yang memiliki tujuan untuk memaksimalkan kepuasan jangan sampai mereka
dirugikan karena kesalahan yang diaibatkan dari proses produksi yang tidak
sesuai dengan setandar berproduksi yang sudah tertera dalam hukum dan UU yang
telah dibuat oleh pemerintah.
Sumber :
http://www.jurnalhukum.com/hukum-perlindungan-konsumen-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar